ASAL USUL PULAU MUNA
Muna pada awalnya dikenal dengan
nama ‘WUNA’.yang dalam Bahasa Muna berti bunga. Nama itu memberi
makna spiritual kepada kejadian alamnya,dimana terdapat gugusan batu yang
berbunga. Gugusan batu tersebut menyerupai batu karang. Pada waktu-waktu
tertentu batu karang dimaksud kerap mengeluarkan tunas-tunas yag tumbuh seperti
bunga karang. Oleh karena kejadian itulah maka masyarakat Muna menyebutnya
sebagai ‘Kontu Kowuna’ artinya Batu Berbunga . Gugusan batu berbunga
tersebut terletak di dekat Masjid tua Wuna di Kota Muna yang bernama bahutara
( bahtera?). Tempat dimana Kontu Kowuna tersebut berada dipercaya sebagai
tempat terdamparnya kapal Sawerigading, Putra Raja Luwu di Sulawesi Selatan
Yang melegenda.
Saat ini, Muna dikenal sebagai
nama sebuah Pulau yang terletak pada posisi 4006’ samapi 5015’
lintang Selatan dan 12208’ – 123015’ bujur timur, tepatnya diantara Pulau Sulawesi dibagian Tenggara, Pulau Buton di bagian
Timur dan Pulau Kabaena di Sebelah Barat. Selain nama Pulau, Muna juga menjadi
nama salah satu Kabupaten dari 12 Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Tenggara
dengan batas-batas administrasi;
1. Di Sebelah Utara berbatasan
dengan Kabupaten Konawe Selatan dan Selat Spelman.
2. Sebelah Selatan dengan
Kabupaten Buton.
3. Sebelah Timur dengan
Kabupaten Buton Utara dan Kabupaten Buton,
4. Sebelah Barat berbataan
dengan Laut Tiworo dan Kabupaten Bombana.
Selain itu Muna juga menjadi
nama suku yang mendiami Pulau Muna dan sebagian besar Pulau Buton serta
pulau-pulau disekitarnya yang menggunakan Bahasa Muna sebagai bahasa tutur
diantara mereka.
Sebelum menjadi Kabupaten,
Muna juga dikenal sebagai sebuah kerajaan yang berkedudukan di Pulau Muna
bagian Utara dan Pulau Buton bagian Utara. Pembagian wilayah tersebut dilakukan
pada masa Pemerintahan Raja Buton VI Lakilaponto dan Raja Muna VIII La Posasu.
Kedua raja tersebut merupakan kakak beradik, Putra dari Raja Muna VI Sugi
Manuru.
Sebelum menjadi raja Buton VI,
La Kilaponto telah menjadi Raja Muna VII sehingga jabatan Raja di kedua
kerajaan itu diembannya secara bersamaan selama tiga tahun bersama dengan
kerajaan lainnya yakni Kaledupa, Konawe dan kabaena. Namun setelah dilantik
menjadi Sultan Buton I ( menyusul perubahan kerajaan buton menjadi Kesultanan
), jabatan Raja di empat kerajaan lainnya yang diembannya selama tiga tahun ( 1538-
1541 M ) diseraahkan pada yang berhak untuk mengembannya.
Di Kerajaan Muna jabatan Raja
diserahkan pada adiknya La Posasu, sedangkan dikeraajaan-kerajaan lainnya tidak
ada cacaatan sejaarah yang mengisahkan bagaimana proses penyerahannya dan pada
siapa diserahkan. Bersamaan dengan penyerahan kekuasaan di kerajaan Muna ,
turut pula dibagi wilayah kerajaan sebagaimana dijelaskan diatas.
La Kimi Batoa dalam bukunya Sejarah
Muna terbitan CV. Astri Raha, menjelaskan pembagian wialayah tersebut
karena kecintaan La Kilaponto pada dua wilayah di bagian Selatan Pulau Muna
yaitu Gu dan Mawasangka sehingga beliau memohon pada adiknya sekaligus
penggantinya sebagai raja Muna La Posasu agar kedua wilayah dimaksud menjadi
bagian dari wilayah Kesultanan Buton. Sebagai gantinya, La Kilaponto
menyerahkan dua wilayah yang sebelumnya masuk dalam wilayah Kesultanan Buton
yang ada di bagian Utara Pulau Buton yakni Kulisusu dan Wakorumba ( Sebagian
wilayah tersebut saat ini menjaadi Kabupaten Buton Utara).
Banyak kisah yang menceritakan
asal usul Muna Sebagai sebuah pulau, baik itu dalam tradisi lisan dikalangan
masyarakat Muna maupun hikayat yang ditulis oleh masyarakat Buton. Namunn
secara ilmiah belum ada penelitian yang mengungkap kebenaran cerita-cerita
tentang asal usul Pulau Muna tersebut.
Kendati demikian tradisi lisan
yang hidup dikalangan masyarakatlah dan hikayat yang ditulis oleh masyarakat
Buton yang sering dijadikan sebagai referensi dalam menulis sejarah asal usul
Pulau Muna dan Pulau Buton.Untuk itu penulis akan menjelaskan satu persatu
cerita dan hikayat tersebut.
A. HIKAYAT “ ASSAJARU HULIQA DAAARUL BATHNIY WA DARUL MUNAJAT ”
Hikayat “Assajaru Huliqa
Daarul Bathniy Wa Daarul Munajat”(Hakikat Kejadian Negeri Buton dan Negeri
Muna- Buku Tambaga ) mengisahkan bahwa Pulau Muna dan Pulau Buton berasal dari
segumpal tanah yang muncul dari dasar laut yang ditandai dengan sebuah ledakan
yang maha dasyat. Hikayat tersebut menceritakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW.
mengadakan rapat dengan para sahabat, tiba-tiba terdengar sebuah ledakan yang
yang sangat keras hinga mengejutkan para sahabat yang lagi mengikuti rapat.
Mendengar suara tersebut salah seorang sahabat bertanya pada Nabi Muhammad SAW.
apa gerangan yang sedang terjadi. Pertanyaan sahabat itu dijawab oleh Nabi
Muhammad SAW bahwasanya disebelah timur telah muncul dua buah Pulau ( Wuna
& Buton ) yang mana penghuninya nantinya akan menjadi pemeluk agama Islam
yang taat.
Olehnya itu diutuslah dua
orang sahabat yakni Abdul Sukur dan Abdul Gafur untuk Mencari pulau dimaksud
oleh Rasulullah SAW sekaligus menyebarkan agama islam di kedua pulau tersebut.
Dalam pencarian sebuah negeri
sebagaimana yang di wasiatkan oleh Rasulullah SAW, kedua utusan tersebut
terlebih dahulu menyinggahi beberapa negeri sebelum menemukan dua buah pulau (
ditemukan dalam arti hakiki ) di maksud yaitu Pulau Wuna - ( Muna ) dan Pulau
Buton. Setelah kedua utusan tersebut menemukan negeri dimaksud ,maka
ditancapkanlah sebuah bendera. Selain menancapkan bendera, kedua utusan
tersebut juga memberikan nama pulau yang telah ditemukan yaitu Butuuni
dan Munajat yang artinya Perut bumi dan Kesejahteraan.
Kisah seperti yang diceritakan
hikayat “Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wa Daarul Munajat” mengenai asal mula
Pulau Muna dan Pulau Buton diatas secara ilmiah tidak dapat-
dipertanggungjawabkan, sebab masa kerasulan Nabi Muhammad SAW di mulai setelah
beliau berusia 40 tahun atau sekitar tahun 600-an M. jadi kalau mengacu pada
buku “Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wa Daarul Munajat” berarti umur pulau Muna
dan Pulau Buton baru sekitar 1400 tahun.
Intinya Buku tambaga hikayat
Assjaru Huliqa Darul bathniy Wa Darul Munajat bukanlah teks sejarah tentang
asal usul pulau Muna dan Pulau Buton. Hikayat Assajaru Huliqa Darul bathniy Wa
Darul Munajat hanyalah mitos yang memberikan gambaran kebudayaan masyarakat
Muna dan Buton.
B. TRADISI LISAN MASYARAKAT
MUNA
Cerita lainya yang mengisahkan
asal mula Pulau Muna adalah seperti yang dituturkan dalam tradisi lisan
masyarakat Muna. Tradisi lisan tersebut telah menjadi referensi penulis sejarah
Muna untuk menceritakan asal mula Pulau Muna, Dalam tradisi lisan itu
dikisahkan bahwa Pulau Muna ditemukan oleh Sawerigading pelaut dari kerajaan
Luwu di Sulawesi Selatan dan pengikutnya sebanyak 40 orang.Mereka itu terdampar
di sebuah wilayah yang saat ini bernama BAHUTARA ( Bahtera?).
Terdamparnya Kapal Swaerigading tersebut akibat munculnya pulau dari dasar
laut.
Bukti terdamparnya kapal
sawerigading tersebut adalah adanya sebuah bukit yang menyerupai sebuah kapal
lengkap dengan kabin-kabinnya. Bukit yang menyerupai kapal tersebut diyakini oleh
masyarakat Muna sebagai fosil dari Kapal Sawerigading yang terdampar tersebut.
Ditutur kan pula pengikut Sawerigading yang berjumlah 40 orang tersebut
kemudian menjadi cikal bakal masyarakat Muna.
Bukti lainya yang menguatkan
keyakinan masyarakat Muna terhadap kebenaran tradisi lisan yang telah hidup
berates-ratus tahun dikalangan masyarakat muna adalah adanya sebuah bukit
karang yang mana pada waktu-waktu tertentu mengeluarkan bunga yang mirip dengan
bunga karang. Bukit batu yang juga terletak di Bhahutara tersebut di namakan
“Kontu Kowuna”yang artinya batu berbunga. Bukit batu yang mengeluarkan bunga
tersebutlah konon sebagai asal usul penamaan Pulau dan Kerajaan ‘Wuna’
Walaupu tradisi lisan
masyarakat Muna tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah, khususnya tentang awal
terjadinya Pulau Muna namun tidak dapat dikatakan sebagai sejarah asal usul
terjadian Pulau Muna karena dibumbui dengan mitos dan kisah-kisah luar biasa.
Jadi tradisi lisan masyarakat
Muna tentang asal usul Pulau muna juga belum dapat dikatakan sebagai sejarah
asal usul Pulau Muna, untuk itu perlu ada penelitian yang lebih mendalam lagi
untuk membuktikan kebenaranya secara ilmih.
C. EPIK I LAGALIGO
Cerita yang memiliki kemiripan
dengan tradisi lisan masyarakat Muna tentang asal usul Pulau Muna adalah epic I
La galigo. Epic itu mengisahkan bahwa Sawerigading adalah seorang pelaut yang
tangguh. Dia melakukan penjelajahan samudera setelah bersumpah untuk tidak
kembali di negerinya ( Luwu) karena ditentang rencananya untuk menikahi Wa Tendriyabe
yang ternyata saudara kembarnya. Dikisahkan dalam epik tersebut bahwa menurut
adat masyarakat Luwu hubungan antara Sawerigading dan Wa Tanriabeng ( Saudara
kembar ) tidak dibolehkan. Olehnya itu keduanya harus dipisahkan.
Tokoh dari kedua pada tradisi
lisan masyarakat Muna dan Epic I La galogo memiliki kesamaan nama. Demikian
pula dengan peranannya. Baik tradisi lisan masyarakat Muna maupun Epik I
Lagaligo mengakui bahwa Sawerigading adalah seorang Pelaut.
Penyebutan nama yang diawali
dengan ‘La’ bagi laki-laki masyarakat Muna memiliki kemiripna dengan
penyebutan nama orang laki-laki pada suku Bugis. Hal ini dapat menjadi bukti
bahwa sangat besar kemungkinannya Sawerigading pernah singgah ( terdampar) di
pulau Muna. Hal ini diperkuat oleh DR. Anhar Gonggong sebagai mana kutipan
berikut :
“ Pemerintah pertama
Muna yaitu Beteno Netombula juga dikenali sebagai Baidul Zamani adalah
keturunan Sawerigading. Terdapat juga kisah lain yang mengatakan bahwa
pemerintah pertama berasal dari Jawa, kemungkinan dari Majapahit. Permaisurinya
bernama Tendiabe. Nama ini mirip dengan nama We Tenyirabeng, nama yang di dalam
kisah La Galigo, yang menikah dengan Remmangrilangi’, artinya, ‘Yang tinggal di
surga’. Ada kemungkinan Tendiabe adalah keturunan We Tenyirabeng. Pemerintah
kedua, entah anak kepada Beteno Netombula atau Tendiabe atau kedua-duanya,
bernama La Patola Kaghua Bangkano Fotu”. ( La Galigo,
Menelusuri Warisan Sastra Dunia– DR. Anghar Gonggong)
Tapi apakah terdamparnya kapal
Sawerigading tersebut merupakan awal dari munculnya Pulau Muna? Hal ini juga
perlu penelitian yang lebih mendalam lagi.
D.RELIEF DI LIANGKOBORI DAN
METANDUNO DAN MUSEUM KARTS INDONESIA
Asal usul keberadaan Pulau
Muna yang dapat dijelaskan secara ilmiah karena telah melalui penelitian ilmiah
adalah seperti yang dapat dilihat pada panel monitor museum karts Indonesia
yang terletak di Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri,
Jawa Tengah.
Dari panel tersebut kita dapat
mengetahi bahwa Pulau Muna hampir seluruhnya tersusun oleh batu gamping berumur
Pleistosen (sekitar 1,8 juta tahun yang lalu). Batu gamping ini diperkirakan
dari Formasi Wapulaka, seperti terlihat pada tebing-tebing batu gamping ( Karts
) di sepanjang pantai. Batu gamping ini merupakan terumbu karang yang terangkat
dan sekarang membentuk kawasan kars yang luas.( Museum Karts Indonesia ).
Itu artinya bahwa pulau Muna
sebelumnya adalah terumbu karang yang ada didasar lautan, namun karena desakan
dari bawah maka terumbu karang tersebut muncul dipermukaan dan menjadi sebuah
pulau. Bukti kuat dari itu adalah sebuah wilayah disekitar Kota Muna lama
dimana ada hamparan batu karang yang pada saat-saat tertentu mengeluarkan
tunas-tunas seperti terumbu karang didasar laut, namun warnanya agak berbeda
yaitu putih. Tempat itu dikenal dengan Kontu Kowuna yang artinya batu
berbbunga.
Selain data yang tersimpan
pada museum karts Indonesia, yang telah diteliti seecara ilmiah adalah relief
yang ada di gua Liangkobori dan gua Metanduno. Relief
yang terdapat di dinding gua tersebut menggambarkan kehidupan dan peradaban
masyarakat Muna pada jaman purba. Relief tersebut menurut beberapa
penelitian telah berumur lebih dari 25.000 tahun. Itu artinya bahwa jauh
sebelum itu Pulau Muna telah ada dan telah di huni oleh manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
boleh ji di copas filenya, asal dicoment jg :)