sains in my dream

sains in my dream

Sabtu, 29 September 2012

Rodamu Telah Menghantarkanku Menjadi Sarjana...


Rodamu Telah Menghantarkanku Menjadi Sarjana...
       
Mentari yg terik tak menghentikan langkahku. Aku lebih memilih bekerja ketimbang hanya duduk melamun di rumah  memikirkan sesuatu yg tak mungkin aku dapatkan. Pagi yg cerah membangunkanku ketika mata tak mampu lagi utk membuka. Mata ini memang rabun tapi ia mampu melihat keadaan di sekitarnya dengan cukup jelas. Tangan yg mulai kaku akibat penyakit stroke yg menimpaku beberapa bulan yg lalu, tetapi itu bukan menjadi alasan bagiku utk berhenti bekerja demi keluarga tercinta.
        Secangkir kopi hangat dan sebatang rokok menjadi pelengkap di pagi hari. Pagi memang saat yg tepat untuk membuat suasana menjadi nyaman bersama keluarga. Sarapan pagi bersama dan keceriaan anak-anak berseragam putih abu-abu saat itu. Itulah keceriaan yg dialami setiap pagi bersama keluarga tercinta. Ketika anak-anak berangkat ke sekolah, doa ini selalu menyertai perjalanan mereka. “Ya ALLAH lindungi anak-anakku dan jauhkanlah mereka dari marabahaya, semoga mereka mendapatkan ilmu dan menjadi anak yg Sholeh berbakti kepada kedua org tua, Amin Ya Rabbal Alamin”.
Langkah demi langkah mereka ku perhatikan, ketika mereka keluar dari rumah dan mengatakan kami berangkat dulu ya Pak, Bu.. Hmm, sungguh teriris hatiku saat itu. Saat mengingat mereka telah dewasa kini, aku yg lemah mungkin tak mampu lagi melihatnya dengan mataku yg makin rabun ini. Selaput mata yg dulu jernih mulai dilapisi selaput coklat yg cukup tebal dan hampir menutupi seluruh kornea mataku. Tapi itu bukan menjadi penghalang bagiku agar aku bisa menyekolahkan mereka hingga jenjang yang lebih tinggi, karena dengan semangat ini, aku bisa menjadikan mereka anak yg sholeh.
Kesedihan itu mulai ku lupakan, karena jika berlarut-larut terus dalam kesedihan bisa membuatku menjadi orang yang tidak semangat dan selalu berputus asa menjalani semua cobaan. Meski mata ini sudah rabun, tapi jiwa dan raga ini mampu untuk meroda hingga berpuluh-puluh mil jauhnya demi keluarga yang ku sayangi. Aku meroda mungkin sudah 10 tahun lamanya, sejak istriku meninggal dan anak-anak masih duduk dibangku SD. Anak-anak kini menjadi harta terbesar dalam hidupku, mereka menjadi penyemangat dalam setiap langkahku. Mereka berdua selalu memahami pekerjaanku dan tak pernah mengeluh serta malu memiliki ayah yang  hanya tukang becak ini. Setiap hari ku mengayuh becakku menyusuri lorong dan jalanan di tengah teriknya mentari. Si becak memang sudah tua dan  sama sepertiku, sudah banyak karatnya dan sering jatuh akibat mata ini yg tak mampu lagi melihat dengan jelas. Tapi aku slalu berdoa agar mata ini bisa melihat lagi dengan baik, agar aku bisa mengayuh becak ini utk selama-lamanya. Tak banyak pekerjaan yg bisa kulakukan, tak ada saudara dan tak ada modal yang banyak untuk membuka usaha dan pekerjaan yg layak. Tapi aku selalu bersyukur kepada ALLAH SWT. Karena banyak penumpang becak yg selalu menanti kehadiranku di jalan utk mengantar mereka selamat sampai tujuan. Aku lebih baik mengayuh becak tuaku ini dari pada hanya meminta-minta dan menjadi pengemis dijalanan, padahal mereka yg ada dijalan itu memilki penglihatan dan kesehatan yg baik utk bekerja dibandingkan dengan diriku ini. Tapi beginilah hidup, mereka berpangku tangan kepada belas kasihan org lain di kerasnya kehidupan sekarang ini.
Becak yg kumiliki mungkin tak seberapa dibanding dengan mobil, motor ojek yg lalu lalang dijalan raya, tapi ada juga penumpang yg selalu setia memanggilku dari kejauhan. Meminta bantuan padaku utk mengantarnya ataupun membawakan barang dagangannya sampai di tempat tujuan. ALLAH memang Maha Adil, Dia tak mungkin memberikan cobaan kepada Hamba-hambaNYA yg tak sanggup utk menjalaninya. Sehari biasanya aku hanya mendapatkan hasil Rp30.000,- dari mengayuh becak tuaku itu. Hasil yg kudapatkan ini hanya utk makan saja. Selanjutnya aku mulai mencari pekerjaan serabutan lain yg bisa menambah penghasilanku yakni menjadi pemulung, pekerja buruh bangunan, dan pekerjaan lain yg masih bisa kulakukan demi kehidupan yg keras ini. Anak-anakku juga tak pernah mengeluh dengan pekerjaan yg ku lakoni saat ini, mereka bahkan membantuku dengan berjualan gorengan dari warung yg dikelilingkan di sekitar kompleks perumahan. Hasilnya pun tak seberapa, paling  hanya cukup utk uang jajan mereka disekolah dan penghasilan yg diperoleh  itu adalah sudah lebih dari cukup bagi keluarga kami.  Ketika anak-anak terlelap di malam hari karena capek seharian bekerja, aku terbangun dimalam itu dan berdoa dalam sholat tahajjudku, berdoa agar kelak mereka bisa mendapatkan pekerjaan yg lebih baik dariku dan tidak lagi menjadi tukang becak seperti diriku saat ini.
Aku bersyukur  telah diberikan anak-anak yg pandai dan cerdas. Mereka selalu berprestasi di sekolah dan Syukur Alhamdulillah mereka berdua mendapatkan beasiswa prestasi dari Universitas Indonesia. Air mata ini bercucuran kembali, ketika mereka mengatakan ingin pergi ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya. “Ayah jgn menangis, kami akan selalu mengingat ayah, doakan kami semoga sukses dan bisa membahagiakan ayah”, iya nak, kalian hati-hati di sana, ingat pesan ayah utk selalu mengingat ALLAH, sholat dan tetap bersyukur atas segala sesuatu yg diberikanNYA baik itu musibah maupun anugrah...
Ya ALLAH, kali ini doaku tidak banyak, aku hanya menginginkan kesehatan yg lebih baik.. Umur yg lebih panjang agar aku bisa melihat mereka mengenakan Toga, memakai seragam dan bisa melihat mereka berdua tersenyum kembali di saat-saat terakhirku ini.. Alhamdulillah Ya ALLAH, Roda ini telah menghantarkan mereka menjadi Sarjana dan menjadi anak-anak yg shaleh serta berbakti kepada kedua orangtua...
SUBHANALLAH, ALHAMDULILLAH.. ALLAHU AKBAR...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

boleh ji di copas filenya, asal dicoment jg :)