Rodamu Telah Menghantarkanku Menjadi Sarjana...
Mentari
yg terik tak menghentikan langkahku. Aku lebih memilih bekerja ketimbang hanya
duduk melamun di rumah memikirkan
sesuatu yg tak mungkin aku dapatkan. Pagi yg cerah membangunkanku ketika mata
tak mampu lagi utk membuka. Mata ini memang rabun tapi ia mampu melihat keadaan
di sekitarnya dengan cukup jelas. Tangan yg mulai kaku akibat penyakit stroke
yg menimpaku beberapa bulan yg lalu, tetapi itu bukan menjadi alasan bagiku utk
berhenti bekerja demi keluarga tercinta.
Secangkir
kopi hangat dan sebatang rokok menjadi pelengkap di pagi hari. Pagi memang saat
yg tepat untuk membuat suasana menjadi nyaman bersama keluarga. Sarapan pagi bersama
dan keceriaan anak-anak berseragam putih abu-abu saat itu. Itulah keceriaan yg
dialami setiap pagi bersama keluarga tercinta. Ketika anak-anak berangkat ke
sekolah, doa ini selalu menyertai perjalanan mereka. “Ya ALLAH lindungi
anak-anakku dan jauhkanlah mereka dari marabahaya, semoga mereka mendapatkan
ilmu dan menjadi anak yg Sholeh berbakti kepada kedua org tua, Amin Ya Rabbal
Alamin”.
Langkah
demi langkah mereka ku perhatikan, ketika mereka keluar dari rumah dan
mengatakan kami berangkat dulu ya Pak, Bu.. Hmm, sungguh teriris hatiku saat
itu. Saat mengingat mereka telah dewasa kini, aku yg lemah mungkin tak mampu
lagi melihatnya dengan mataku yg makin rabun ini. Selaput mata yg dulu jernih
mulai dilapisi selaput coklat yg cukup tebal dan hampir menutupi seluruh kornea
mataku. Tapi itu bukan menjadi penghalang bagiku agar aku bisa menyekolahkan
mereka hingga jenjang yang lebih tinggi, karena dengan semangat ini, aku bisa
menjadikan mereka anak yg sholeh.
Kesedihan
itu mulai ku lupakan, karena jika berlarut-larut terus dalam kesedihan bisa
membuatku menjadi orang yang tidak semangat dan selalu berputus asa menjalani
semua cobaan. Meski mata ini sudah rabun, tapi jiwa dan raga ini mampu untuk
meroda hingga berpuluh-puluh mil jauhnya demi keluarga yang ku sayangi. Aku
meroda mungkin sudah 10 tahun lamanya, sejak istriku meninggal dan anak-anak
masih duduk dibangku SD. Anak-anak kini menjadi harta terbesar dalam hidupku,
mereka menjadi penyemangat dalam setiap langkahku. Mereka berdua selalu
memahami pekerjaanku dan tak pernah mengeluh serta malu memiliki ayah yang hanya tukang becak ini. Setiap hari ku
mengayuh becakku menyusuri lorong dan jalanan di tengah teriknya mentari. Si
becak memang sudah tua dan sama
sepertiku, sudah banyak karatnya dan sering jatuh akibat mata ini yg tak mampu
lagi melihat dengan jelas. Tapi aku slalu berdoa agar mata ini bisa melihat
lagi dengan baik, agar aku bisa mengayuh becak ini utk selama-lamanya. Tak
banyak pekerjaan yg bisa kulakukan, tak ada saudara dan tak ada modal yang
banyak untuk membuka usaha dan pekerjaan yg layak. Tapi aku selalu bersyukur kepada
ALLAH SWT. Karena banyak penumpang becak yg selalu menanti kehadiranku di jalan
utk mengantar mereka selamat sampai tujuan. Aku lebih baik mengayuh becak tuaku
ini dari pada hanya meminta-minta dan menjadi pengemis dijalanan, padahal
mereka yg ada dijalan itu memilki penglihatan dan kesehatan yg baik utk bekerja
dibandingkan dengan diriku ini. Tapi beginilah hidup, mereka berpangku tangan
kepada belas kasihan org lain di kerasnya kehidupan sekarang ini.
Becak yg
kumiliki mungkin tak seberapa dibanding dengan mobil, motor ojek yg lalu lalang
dijalan raya, tapi ada juga penumpang yg selalu setia memanggilku dari
kejauhan. Meminta bantuan padaku utk mengantarnya ataupun membawakan barang
dagangannya sampai di tempat tujuan. ALLAH memang Maha Adil, Dia tak mungkin
memberikan cobaan kepada Hamba-hambaNYA yg tak sanggup utk menjalaninya. Sehari
biasanya aku hanya mendapatkan hasil Rp30.000,- dari mengayuh becak tuaku itu.
Hasil yg kudapatkan ini hanya utk makan saja. Selanjutnya aku mulai mencari
pekerjaan serabutan lain yg bisa menambah penghasilanku yakni menjadi pemulung,
pekerja buruh bangunan, dan pekerjaan lain yg masih bisa kulakukan demi
kehidupan yg keras ini. Anak-anakku juga tak pernah mengeluh dengan pekerjaan
yg ku lakoni saat ini, mereka bahkan membantuku dengan berjualan gorengan dari
warung yg dikelilingkan di sekitar kompleks perumahan. Hasilnya pun tak
seberapa, paling hanya cukup utk uang
jajan mereka disekolah dan penghasilan yg diperoleh itu adalah sudah lebih dari cukup bagi
keluarga kami. Ketika anak-anak terlelap
di malam hari karena capek seharian bekerja, aku terbangun dimalam itu dan
berdoa dalam sholat tahajjudku, berdoa agar kelak mereka bisa mendapatkan
pekerjaan yg lebih baik dariku dan tidak lagi menjadi tukang becak seperti
diriku saat ini.
Aku
bersyukur telah diberikan anak-anak yg
pandai dan cerdas. Mereka selalu berprestasi di sekolah dan Syukur
Alhamdulillah mereka berdua mendapatkan beasiswa prestasi dari Universitas
Indonesia. Air mata ini bercucuran kembali, ketika mereka mengatakan ingin
pergi ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya. “Ayah jgn menangis, kami akan
selalu mengingat ayah, doakan kami semoga sukses dan bisa membahagiakan ayah”,
iya nak, kalian hati-hati di sana, ingat pesan ayah utk selalu mengingat ALLAH,
sholat dan tetap bersyukur atas segala sesuatu yg diberikanNYA baik itu musibah
maupun anugrah...
Ya ALLAH,
kali ini doaku tidak banyak, aku hanya menginginkan kesehatan yg lebih baik..
Umur yg lebih panjang agar aku bisa melihat mereka mengenakan Toga, memakai
seragam dan bisa melihat mereka berdua tersenyum kembali di saat-saat
terakhirku ini.. Alhamdulillah Ya ALLAH, Roda ini telah menghantarkan mereka
menjadi Sarjana dan menjadi anak-anak yg shaleh serta berbakti kepada kedua
orangtua...
SUBHANALLAH,
ALHAMDULILLAH.. ALLAHU AKBAR...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
boleh ji di copas filenya, asal dicoment jg :)